I.
Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam
satu kelas dijadikan kelompok -kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5
orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil
dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa
bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman
sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu
dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang
lain. Jadi Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model
pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri:
- untuk menuntaskan materi
belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif,
- kelompok dibentuk dari
siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
- jika dalam kelas terdapat
siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin
yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras,
suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan
- penghargaan lebih diutamakan
pada kerja kelompok dari pada perorangan.
Dalam pembelajaran kooperatif, dua
atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu
tujuan bersama. Menurut Ibrahim dkk. siswa yakin bahwa tujuan mereka akan
tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Untuk
itu setiap anggota berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya.
Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk
bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan
usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.
Model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting.
Menurut Depdiknas tujuan pertama pembelajaran kooperatif, yaitu meningkatkan
hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas
akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang
kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan
yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima
teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan
tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat
sosial. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk
mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud
antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain,
memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja
dalam kelompok dan sebagainya.
Menurut Ibrahim, dkk. pembelajaran
kooperatif memiliki dampak yang positif untuk siswa yang hasil belajarnya
rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan.
Cooper mengungkapkan keuntungan dari metode pembelajaran kooperatif, antara
lain:
- siswa mempunyai tanggung jawab
dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran,
- siswa dapat mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi,
- meningkatkan ingatan siswa, dan
- meningkatkan kepuasan siswa
terhadap materi pembelajaran.
Menurut Ibrahim, unsur-unsur dasar pembelajaran
kooperatif sebagai berikut:
- siswa dalam kelompok haruslah
beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama,
- siswa bertanggung jawab atas
segala sesuatu didalam kelompoknya,
- siswa haruslah melihat bahwa
semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama,
- siswa haruslah membagi tugas
dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya,
- siswa akan dikenakan evaluasi
atau diberikan penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota
kelompok,
- siswa berbagi kepemimpinan dan
mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses
belajarnya, dan
- siswa akan diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam
kelompok kooperatif.
Model pembelajaran ARIAS dikembangkan sebagai salah satu
alternatif yang dapat digunakan oleh guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan
pembelajaran dengan baik. Model pembelajaran ARIAS berisi lima komponen yang
merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran yaitu
assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction yang dikembangkan
berdasarkan teori-teori belajar.
Hasil percobaan di lapangan menunjukkan bahwa model
pembelajaran ARIAS memberi pengaruh yang positif terhadap motivasi berprestasi
dan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil percobaan tersebut model
pembelajaran ARIAS dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar melaksanakan
kegiatan pembelajaran dalam usaha meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil
belajar siswa.
Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor
dari dalam (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Menurut Suryabrata
(1982: 27) yang termasuk faktor internal adalah faktor fisiologis dan
psikologis (misalnya kecerdasan motivasi berprestasi dan kemampuan kognitif),
sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah faktor lingkungan dan
instrumental (misalnya guru, kurikulum, dan model pembelajaran). Bloom (1982:
11) mengemukakan tiga faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu
kemampuan kognitif, motivasi berprestasi dan kualitas pembelajaran. Kualitas
pembelajaran adalah kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan ini
menyangkut model pembelajaran yang digunakan.
Sering ditemukan di lapangan bahwa guru menguasai materi
suatu subjek dengan baik tetapi tidak dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran
dengan baik. Hal itu terjadi karena kegiatan tersebut tidak didasarkan pada
model pembelajaran tertentu sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa rendah.
Timbul pertanyaan apakah mungkin dikembangkan suatu model pembelajaran yang
sederhana, sistematik, bermakna dan dapat digunakan oleh para guru sebagai
dasar untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik sehingga dapat
membantu meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar. Berkenaan dengan
hal itu, maka dengan memperhatikan berbagai konsep dan teori belajar
dikembangkanlah suatu model pembelajaran yang disebut dengan model pembelajaran
ARIAS. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap
motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa, telah dicobakan pada sejumlah
siswa di dua sekolah yang berbeda. Hasil percobaan di lapangan menunjukkan
bahwa model pembelajaran ARIAS memberi pengaruh yang positif terhadap motivasi
berprestasi dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, model pembelajaran ARIAS
ini dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran
dengan baik, dan sebagai suatu alternatif dalam usaha meningkatkan motivasi
berprestasi dan hasil belajar siswa. Tujuan percobaan lapangan ini untuk
mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap motivasi
berprestasi dan hasil belajar.
Model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model
ARCS. Model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction), dikembangkan
oleh Keller dan Kopp (1987: 2-9) sebagai jawaban pertanyaan bagaimana merancang
pembelajaran yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar.
Model pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan teori nilai harapan (expectancy
value theory) yang mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang
akan dicapai dan harapan (expectancy) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari
dua komponen tersebut oleh Keller dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat
komponen model pembelajaran itu adalah attention, relevance, confidence dan
satisfaction dengan akronim ARCS (Keller dan Kopp, 1987: 289-319).
Model
pembelajaran ini menarik karena dikembangkan atas dasar teori-teori belajar dan
pengalaman nyata para instruktur (Bohlin, 1987: 11-14). Namun demikian, pada
model pembelajaran ini tidak ada evaluasi (assessment), padahal evaluasi
merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pembelajaran.
Evaluasi yang dilaksanakan tidak hanya pada akhir kegiatan pembelajaran tetapi
perlu dilaksanakan selama proses kegiatan berlangsung. Evaluasi dilaksanakan
untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang dicapai atau hasil belajar
yang diperoleh siswa (DeCecco, 1968: 610). Evaluasi yang dilaksanakan selama
proses pembelajaran menurut Saunders et al. seperti yang dikutip Beard dan
Senior (1980: 72) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Mengingat pentingnya
evaluasi, maka model pembelajaran ini dimodifikasi dengan menambahkan komponen
evaluasi pada model pembelajaran tersebut.
Dengan modifikasi tersebut, model pembelajaran yang digunakan
mengandung lima komponen yaitu: attention (minat/perhatian); relevance (relevansi);
confidence (percaya/yakin); satisfaction (kepuasan/bangga), dan assessment
(evaluasi). Modifikasi juga dilakukan dengan penggantian nama confidence
menjadi assurance, dan attention menjadi interest. Penggantian nama confidence
(percaya diri) menjadi assurance, karena kata assurance sinonim dengan kata
self-confidence (Morris, 1981: 80). Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak
hanya percaya bahwa siswa akan mampu dan berhasil, melainkan juga sangat
penting menanamkan rasa percaya diri siswa bahwa mereka merasa mampu dan dapat
berhasil. Demikian juga penggantian kata attention menjadi interest, karena
pada kata interest (minat) sudah terkandung pengertian attention (perhatian).
Dengan kata interest tidak hanya sekedar menarik minat/perhatian siswa pada
awal kegiatan melainkan tetap memelihara minat/perhatian tersebut selama
kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk memperoleh akronim yang lebih baik dan
lebih bermakna maka urutannya pun dimodifikasi menjadi assurance, relevance,
interest, assessment dan satisfaction. Makna dari modifikasi ini adalah usaha
pertama dalam kegiatan pembelajaran untuk menanamkan rasa yakin/percaya pada
siswa. Kegiatan pembelajaran ada relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha
menarik dan memelihara minat/perhatian siswa. Kemudian diadakan evaluasi dan
menumbuhkan rasa bangga pada siswa dengan memberikan penguatan (reinforcement).
Dengan mengambil huruf awal dari masing-masing komponen menghasilkan kata ARIAS
sebagai akronim. Oleh karena itu, model pembelajaran yang sudah dimodifikasi
ini disebut model pembelajaran ARIAS.
Komponen
Model Pembelajaran ARIAS
Seperti yang telah dikemukakan model pembelajaran ARIAS
terdiri dari lima komponen (assurance, relevance, interest, assessment, dan
satisfaction) yang disusun berdasarkan teori belajar. Kelima komponen tersebut
merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Deskripsi
singkat masing-masing komponen dan beberapa contoh yang dapat dilakukan untuk
membangkitkan dan meningkatkannya kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
Komponen pertama model pembelajaran ARIAS adalah assurance
(percaya diri), yaitu berhubungan dengan sikap percaya, yakin akan berhasil
atau yang berhubungan dengan harapan untuk berhasil (Keller, 1987: 2-9).
Menurut Bandura seperti dikutip oleh Gagne dan Driscoll (1988: 70) seseorang
yang memiliki sikap percaya diri tinggi cenderung akan berhasil bagaimana pun
kemampuan yang ia miliki. Sikap di mana seseorang merasa yakin, percaya dapat
berhasil mencapai sesuatu akan mempengaruhi mereka bertingkah laku untuk
mencapai keberhasilan tersebut. Sikap ini mempengaruhi kinerja aktual
seseorang, sehingga perbedaan dalam sikap ini menimbulkan perbedaan dalam
kinerja. Sikap percaya, yakin atau harapan akan berhasil mendorong individu
bertingkah laku untuk mencapai suatu keberhasilan (Petri, 1986: 218). Siswa
yang memiliki sikap percaya diri memiliki penilaian positif tentang dirinya
cenderung menampilkan prestasi yang baik secara terus menerus (Prayitno, 1989:
42). Sikap percaya diri, yakin akan berhasil ini perlu ditanamkan kepada siswa
untuk mendorong mereka agar berusaha dengan maksimal guna mencapai keberhasilan
yang optimal. Dengan sikap yakin, penuh percaya diri dan merasa mampu dapat
melakukan sesuatu dengan berhasil, siswa terdorong untuk melakukan sesuatu
kegiatan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai hasil yang lebih baik
dari sebelumnya atau dapat melebihi orang lain. Beberapa cara yang dapat
digunakan untuk mempengaruhi sikap percaya diri adalah:
-
Membantu siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta menanamkan pada
siswa gambaran diri positif terhadap diri sendiri. Menghadirkan seseorang yang
terkenal dalam suatu bidang sebagai pembicara, memperlihatkan video tapes atau
potret seseorang yang telah berhasil (sebagai model), misalnya merupakan salah
satu cara menanamkan gambaran positif terhadap diri sendiri dan kepada siswa.
Menurut Martin dan Briggs (1986: 427-433) penggunaan model seseorang yang
berhasil dapat mengubah sikap dan tingkah laku individu mendapat dukungan luas dari
para ahli. Menggunakan seseorang sebagai model untuk menanamkan sikap percaya
diri menurut Bandura seperti dikutip Gagne dan Briggs (1979: 8 sudah dilakukan
secara luas di sekolah-sekolah.
-
Menggunakan suatu patokan, standar yang memungkinkan siswa dapat mencapai
keberhasilan (misalnya dengan mengatakan bahwa kamu tentu dapat menjawab
pertanyaan di bawah ini tanpa melihat buku).
-
Memberi tugas yang sukar tetapi cukup realistis untuk diselesaikan/sesuai
dengan kemampuan siswa (misalnya memberi tugas kepada siswa dimulai dari yang
mudah berangsur sampai ke tugas yang sukar). Menyajikan materi secara bertahap
sesuai dengan urutan dan tingkat kesukarannya menurut Keller dan Dodge seperti
dikutip Reigeluth dan Curtis dalam Gagne (1987: 175-202) merupakan salah satu
usaha menanamkan rasa percaya diri pada siswa.
-
Memberi kesempatan kepada siswa secara bertahap mandiri dalam belajar dan
melatih suatu keterampilan.
Komponen kedua model pembelajaran ARIAS, relevance, yaitu
berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang
telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau
yang akan datang (Keller, 1987: 2-9). Siswa merasa kegiatan pembelajaran yang
mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat dan berguna bagi kehidupan mereka.
Siswa akan terdorong mempelajari sesuatu kalau apa yang akan dipelajari ada
relevansinya dengan kehidupan mereka, dan memiliki tujuan yang jelas. Sesuatu
yang memiliki arah tujuan, dan sasaran yang jelas serta ada manfaat dan relevan
dengan kehidupan akan mendorong individu untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan
tujuan yang jelas mereka akan mengetahui kemampuan apa yang akan dimiliki dan
pengalaman apa yang akan didapat. Mereka juga akan mengetahui kesenjangan
antara kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan baru itu sehingga
kesenjangan tadi dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali (Gagne dan
Driscoll, 1988: 140).
Dalam
kegiatan pembelajaran, para guru perlu memperhatikan unsur relevansi ini.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan relevansi dalam
pembelajaran adalah:
-
Mengemukakan tujuan sasaran yang akan dicapai. Tujuan yang jelas akan
memberikan harapan yang jelas (konkrit) pada siswa dan mendorong mereka untuk
mencapai tujuan tersebut (DeCecco,1968: 162). Hal ini akan mempengaruhi hasil
belajar mereka.
-
Mengemukakan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa baik untuk masa sekarang
dan/atau untuk berbagai aktivitas di masa mendatang.
-
Menggunakan bahasa yang jelas atau contoh-contoh yang ada hubungannya dengan pengalaman
nyata atau nilai- nilai yang dimiliki siswa. Bahasa yang jelas yaitu bahasa
yang dimengerti oleh siswa. Pengalaman nyata atau pengalaman yang langsung
dialami siswa dapat menjembataninya ke hal-hal baru. Pengalaman selain memberi
keasyikan bagi siswa, juga diperlukan secara esensial sebagai jembatan mengarah
kepada titik tolak yang sama dalam melibatkan siswa secara mental, emosional,
sosial dan fisik, sekaligus merupakan usaha melihat lingkup permasalahan yang
sedang dibicarakan (Semiawan, 1991). (4) Menggunakan berbagai alternatif
strategi dan media pembelajaran yang cocok untuk pencapaian tujuan. Dengan
demikian dimungkinkan menggunakan bermacam-macam strategi dan/atau media
pembelajaran pada setiap kegiatan pembelajaran.
Komponen ketiga model pembelajaran ARIAS, interest, adalah
yang berhubungan dengan minat/perhatian siswa. Menurut Woodruff seperti dikutip
oleh Callahan (1966: 23) bahwa sesungguhnya belajar tidak terjadi tanpa ada
minat/perhatian. Keller seperti dikutip Reigeluth (1987: 383-430) menyatakan
bahwa dalam kegiatan pembelajaran minat/perhatian tidak hanya harus
dibangkitkan melainkan juga harus dipelihara selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan berbagai bentuk dan
memfokuskan pada minat/perhatian dalam kegiatan pembelajaran. Herndon
(1987:11-14) menunjukkan bahwa adanya minat/perhatian siswa terhadap tugas yang
diberikan dapat mendorong siswa melanjutkan tugasnya. Siswa akan kembali
mengerjakan sesuatu yang menarik sesuai dengan minat/perhatian mereka.
Membangkitkan dan memelihara minat/perhatian merupakan usaha menumbuhkan
keingintahuan siswa yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.
Minat/perhatian merupakan alat yang sangat berguna dalam
usaha mempengaruhi hasil belajar siswa. Beberapa cara yang dapat digunakan
untuk membangkitkan dan menjaga minat/perhatian siswa antara lain adalah:
-
Menggunakan cerita, analogi, sesuatu yang baru, menampilkan sesuatu yang
lain/aneh yang berbeda dari biasa dalam pembelajaran.
-
Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam
pembelajaran, misalnya para siswa diajak diskusi untuk memilih topik yang akan
dibicarakan, mengajukan pertanyaan atau mengemukakan masalah yang perlu
dipecahkan.
-
Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran misalnya menurut Lesser seperti
dikutip Gagne dan Driscoll (1988: 69) variasi dari serius ke humor, dari cepat
ke lambat, dari suara keras ke suara yang sedang, dan mengubah gaya mengajar.
-
Mengadakan komunikasi nonverbal dalam kegiatan pembelajaran seperti demonstrasi
dan simulasi yang menurut Gagne dan Briggs (1979: 157) dapat dilakukan untuk
menarik minat/perhatian siswa.
Komponen keempat model pembelajaran ARIAS adalah assessment,
yaitu yang berhubungan dengan evaluasi terhadap siswa. Evaluasi merupakan suatu
bagian pokok dalam pembelajaran yang memberikan keuntungan bagi guru dan murid
(Lefrancois, 1982: 336). Bagi guru menurut Deale seperti dikutip Lefrancois
(1982: 336) evaluasi merupakan alat untuk mengetahui apakah yang telah
diajarkan sudah dipahami oleh siswa; untuk memonitor kemajuan siswa sebagai
individu maupun sebagai kelompok; untuk merekam apa yang telah siswa capai, dan
untuk membantu siswa dalam belajar. Bagi siswa, evaluasi merupakan umpan balik
tentang kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih
baik dan meningkatkan motivasi berprestasi (Hopkins dan Antes, 1990:31).
Evaluasi terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan
yang telah mereka capai. Apakah siswa telah memiliki kemampuan seperti yang
dinyatakan dalam tujuan pembelajaran (Gagne dan Briggs, 1979:157).
Evaluasi tidak hanya dilakukan oleh guru tetapi juga oleh
siswa untuk mengevaluasi diri mereka sendiri (self assessment) atau evaluasi
diri. Evaluasi diri dilakukan oleh siswa terhadap diri mereka sendiri, maupun
terhadap teman mereka. Hal ini akan mendorong siswa untuk berusaha lebih baik
lagi dari sebelumnya agar mencapai hasil yang maksimal. Mereka akan merasa malu
kalau kelemahan dan kekurangan yang dimiliki diketahui oleh teman mereka
sendiri. Evaluasi terhadap diri sendiri merupakan evaluasi yang mendukung
proses belajar mengajar serta membantu siswa meningkatkan keberhasilannya
(Soekamto, 1994). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Martin dan Briggs
seperti dikutip Bohlin (1987: 11-14) bahwa evaluasi diri secara luas sangat
membantu dalam pengembangan belajar atas inisiatif sendiri.
Dengan demikian, evaluasi diri dapat mendorong siswa untuk
meningkatkan apa yang ingin mereka capai. Ini juga sesuai dengan apa yang
dikemukakan Morton dan Macbeth seperti dikutip Beard dan Senior (1980: 76)
bahwa evaluasi diri dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu,
untuk mempengaruhi hasil belajar siswa evaluasi perlu dilaksanakan dalam
kegiatan pembelajaran. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan
evaluasi antara lain adalah:
- Mengadakan
evaluasi dan memberi umpan balik terhadap kinerja siswa.
- Memberikan
evaluasi yang obyektif dan adil serta segera menginformasikan hasil
evaluasi kepada siswa.
- Memberi
kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri.
- Memberi
kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap teman.
Komponen kelima model
pembelajaran ARIAS adalah satisfaction yaitu yang berhubungan dengan rasa
bangga, puas atas hasil yang dicapai. Dalam teori belajar satisfaction adalah
reinforcement (penguatan). Siswa yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai
sesuatu merasa bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan
kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa tersebut untuk mencapai keberhasilan
berikutnya (Gagne dan Driscoll, 1988: 70). Reinforcement atau penguatan yang
dapat memberikan rasa bangga dan puas pada siswa adalah penting dan perlu dalam
kegiatan pembelajaran (Hilgard dan Bower, 1975:561).
Menurut Keller
berdasarkan teori kebanggaan, rasa puas dapat timbul dari dalam diri individu
sendiri yang disebut kebanggaan intrinsik di mana individu merasa puas dan
bangga telah berhasil mengerjakan, mencapai atau mendapat sesuatu. Kebanggaan
dan rasa puas ini juga dapat timbul karena pengaruh dari luar individu, yaitu
dari orang lain atau lingkungan yang disebut kebanggaan ekstrinsik (Keller dan
Kopp, 1987: 2-9). Seseorang merasa bangga dan puas karena apa yang dikerjakan
dan dihasilkan mendapat penghargaan baik bersifat verbal maupun nonverbal dari
orang lain atau lingkungan. Memberikan penghargaan (reward) menurut Thorndike
seperti dikutip oleh Gagne dan Briggs (1979: